Rabu, 24 Maret 2010

Bingkai Amatir dari Lamalera-Boti


DALAM dekapan pagi, Goris Bona Beding menenteng kamera dan langsung bergegas menuju pantai.

Pemuda Desa Lamalera, Lembata, NTT, ini sedang berusaha menyusul perahu-perahu yang sudah berangkat memburu paus. Momentum yang tidak ingin disia-siakan, bahkan oleh Goris yang tidak berbekal lensa lengkap dan sekadar mengenal teknik memotret amatiran.

Setidaknya enam bulan lalu dia sudah ikut kelas foto tiga hari bersama Photovoices Indonesia. Dari situlah ia menjadi tertarik untuk lebih sering membidikkan lensa serta berminat mendokumentasikan hal-hal lokal buat dipamerkan di Museum Daerah NTT bersama karya 89 juru foto pemula lainnya.

Deretan foto Goris dalam pameran November ini adalah runutan peristiwa yang membuat Photovoices Indonesia terpukau, juga terprovokasi. Dari jepretannya, seakan bisa disusun kembali sebuah momen ironis ketika paus tertancap tombak, berlumuran darah lalu digiring ke pantai, dan saat warga memotong-motong dagingnya dengan kapak. Karya-karya semacam ini, menurut Saraswati--koordinator Photovoices Indonesia--akan segera dibahas bersama pemerintah. Antara lain, mengenai kisah di balik foto-foto ini.

"Barangkali perburuan paus adalah potret Lamalera sesungguhnya," komentarnya terhadap foto Goris. Sebab, sekadar tahu saja, menurut kalender sudah menjadi kebiasaan bahwa sekitar Mei sampai Oktober warga Desa Lamalera menghabiskan hari-hari berburu paus. Aktivitas tersebut dianggap tradisi. Sedangkan di luar itu, tidak ada pekerjaan pokok lain yang mereka tekuni. "Jika masyarakat tetap konsentrasi ke paus saja, itu tidak menjamin keseimbangan alam," kata Saraswati.

Itu alasan mengapa pihaknya ingin supaya masyarakat lokal yang mendokumentasikan sendiri nilai-nilai mereka terhadap alam, budaya, dan kehidupan desa. Kemudian mereka mencatat kekuatan dan keprihatinan masyarakat.

Sebagaimana dikisahkan Goris, perburuan paus yang ia abadikan sesungguhnya penuh risiko. Cukup satu kesalahan, ganjarannya maut. Menangkap paus, imbuh Goris, melibatkan keahlian dan keberanian dari si penombak. Sebab, hanya karena satu kebasan ekor, ia bisa terluka fatal.
Perburuan ini sering berujung celaka karena biasanya paus menarik perahu ke tengah laut, "Seperti tercatat dalam sejarah masyarakat Lamalera, sebuah perahu penangkap ditarik paus sampai dua minggu sebelum akhirnya para awak diselamatkan dalam kondisi lemas dan kehabisan makanan."
Toh, perburuan ini masih langgeng sampai sekarang. Penikmatnya tak cuma warga, tetapi juga sejumlah turis lokal dan mancanegara.

Selain menampilkan perburuan paus, para juru foto pemula ini juga memotret aktivitas suku Boti, sebuah masyarakat terasing di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Foto-foto ibarat manuver yang ingin diciptakan komunitas foto untuk memberdayakan masyarakat. Tujuannya supaya mereka mulai memanfaatkan informasi visual untuk memengaruhi keputusan pemerintah.(Palce Amalo)

Sabtu, 20 Maret 2010

Kemiskinan pun Dijadikan Tameng


AIR matanya tak henti-henti mengalir. Sesekali ia palingkan wajah ke ibunya, Belandina Talan, yang duduk di kursi plastik dekat tempat tidurnya. Tak urung, wanita berusia 45 tahun itu pun turut menangis.

Adalah Viktoria Usnaat, 18, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Desa Bokon, Kecamatan Miomafo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, yang siang itu tergolek lunglai di tempat tidur, di salah satu ruangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kefamenanu, Timor Tengah Utara.

Berniat ingin mengumpulkan uang untuk dikirimkan kepada orang tua dan lima saudaranya di kampung, gadis berkulit cokelat kopi itu justru harus menanggung rasa sakit tak berkesudahan akibat mendapat penyiksaan dari majikannya selama bekerja di Malaysia.

Meski berbagai macam siksaan telah dideritanya, mulai dari disiram cairan pemutih pakaian hingga jari tangannya diseterika, niatnya untuk 'membanting tulang' guna turut membahagiakan keluarga tidak surut. "Saya jadi TKI karena ingin mengumpulkan uang untuk memperbaiki rumah di kampung," ujarnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Namun suratan takdir menggariskan berbeda. Bukannya membawa segepok uang setelah mengadu nasib di negeri jiran selama 15 bulan, Viktoria pulang hanya mengantongi uang Rp100 ribu dan sejumlah pakaian dalam tasnya. "Saya dipukuli kemudian dipulangkan, tanpa dibayar, ke penyalur tenaga kerja di Malaysia," tuturnya.

Namun memang tidak semua TKI yang bekerja di luar negeri mengalami nasib tragis seperti Viktoria. Paulina Toan, 22, perempuan asal Desa Tunbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, justru mengaku bisa membawa pulang uang tunai Rp18 juta setelah bekerja selama dua tahun di Malaysia. "Saya tidak pernah disiksa. Bahkan, saya akan kembali lagi ke Malaysia dalam waktu dekat," ujarnya kepada Media Indonesia. Dengan uang hasil jerih payahnya itulah, perempuan jebolan sekolah menengah kejuruan itu mengaku telah membangun rumah ukuran 6x9 meter persegi dan membeli tiga ekor sapi.

Dijual Rp800 ribu

Perbedaan nasib kedua pekerja migran itu toh tidak bisa ditebak. Itu sebabnya, animo berangkat ke luar negeri, tetap tinggi. Dinas tenaga kerja (disnaker) setempat bahkan memperkirakan, per minggu ada sedikitnya 1.000 TKI ilegal menyeberang ke negeri tetangga. "Umumnya mereka menggunakan jasa penyeberangan laut," ujar Kepala Disnaker NTT Ignatius Conterius, beberapa waktu lalu.

Tingginya jumlah pemberangkatan TKI ilegal itu, menurutnya, disebabkan maraknya calo yang beredar di desa-desa untuk membujuk warga berusia produktif bekerja ke luar negeri. Dengan iming-iming mulai dari gaji jutaan rupiah hingga membebaskan orang tua dari jeratan kemiskinan, para muda-mudi di NTT pun sering kali tergiur.

Asosiasi Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) NTT bahkan menemukan fakta bahwa keberadaan para tenaga kerja itu dihargai antara Rp500 ribu hingga Rp800 ribu per kepala. Layaknya jual beli barang, pembeli, yakni para PJTKI bahkan boleh melakukan penawaran. Jika tidak sepakat, transaksi pun bisa gagal.

Modusnya, setelah mendapat calon TKI, para calo membawa mereka ke ibu kota, Kupang, dan menawarkan ke PJTKI. Menurut Kepala Apjati NTT Paul Lyanto, PJTKI berlomba-lomba merekrut tenaga kerja ke Malaysia karena pemerintah tidak sanggup menyediakan lapangan kerja bagi warganya. Pemerintah provinsi, katanya, sudah saatnya menggenjot pembangunan pertanian. "Dengan begitu, warga tidak perlu lagi berbondong-bondong mencari pekerjaan di luar negeri." (Palce Amalo)

Jumat, 19 Maret 2010

Wisata Penuh Kejutan Dari Ndana



SEPERTI menyaksikan aksi binatang liar di film-film dokumenter. Sekelompok rusa lari melintasi sabana menuju rerimbunan pohon rindang kemudian menghilang.

Itu baru kejutan pertama kepada para pelancong yang mampir ke Pulau Ndana. Pulau terluar di selatan negeri ini ternyata menyimpan potensi wisata yang luar biasa. Keragaman potensinya bisa dikembangkan jadi ekoturisme yang digabung dengan konsep konservasi dan pertahanan nasional.

Ndana terletak di selatan Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, adalah satu dari empat pulau terdepan di daerah itu. Bagi penikmat wisata berpetualang di alam nan asli, Ndana mungkin jadi pilihan. Lokasinya terpencil di bibir lautan Hindia, atau hanya 77 mill dari gugusan Karang Ashmore milik Australia. Sebenarnya keterpencilan Ndana bukan masalah karena pulau seluas 1.562 hektare itu sudah ditempati anggota pasukan marinir sejak Oktober 2006. Saban hari, nelayan dari selatan Rote hilir-mudik menangkap ikan di perairannya. Lantaran letaknya strategis, banyak biota laut berkumpul di sana.

Catatan Dinas Pariwisata Kabupaten Rote Ndao menyebutkan perairan itu menjadi lokasi persembunyian ikan hiu terutama pada musim barat. Beragam jenis ikan hias, ikan paus dan cakalang banyak ditemukan di sana, termasuk lola dan teripang yang sering menjadi pemburuan nelayan. Bila beruntung datang di bulan purnama, pelancong bisa menyaksikan ratusan penyu bertelur di pasir seperti penyu sisik ((Eretmochelys imbricata). Ini bakal menjadikan perjalanan wisata penuh makna. Tak kalah keasrian ekosistim terumbu karangnya yang menjadi surga bagi biota laut.

Kicauan burung menjelang pagi sudah biasa di sejumlah obyek wisata alam. Hanya saja, habitat burung di Ndana termasuk kelompok yang langka seperti betet timor (Apromictus jonguilaceus) yang mulai jarang ditemui di kawasan hutan Pulau Timor. Beberapa yang dikenal langka ialah perkutut (Geopelia striata), koakiu (Phylemon inonartus), bangau putih (Egretta sacra), bangau hitam (Ciconia episcopus), elang (Elanus sp), dan dara laut (Sterna sp).

Tak hanya burung langka. Pada musim tertentu, pelancong bisa menyaksikan ribuan burung bermigrasi ke Selandia Baru, Afrika maupun ke lautan Hindia. Seperti biasa, burung-burung ini menjadikan Karang Heliana tak jauh dari Ndana sebagai tempat transit selama berhari-hari. Keragaman potensi dan kejutan itu membuktikan bahwa kawasan pulau terluar cocok dikembangkan sebagai tujuan wisata di masa depan. Pasalnya, pengelolaan pulau terluar mutlak dilakukan untuk menghindari klaim bangsa asing.

Sementara itu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Nusa Tenggara Timur mencatat Ndana kaya terhadap beragam flora seperti lontar (Borrasus flobelifer), kesambi (Schleisera oleosa), dan asam (Tamarindus indica). Kawasan pantainya berpasir putih dan beragam jenis mangrov antara lain Rhizophora sp, Bruguiera gymnoriza dan Aviecenia sp.

Adapun potensi wisata lainnya seperti wisata sejarah yang akan menyajikan kejutan berbeda. Di tengah pulau itu ada danau yang airnya berwarna merah sepanjang musim. Benteng peninggalan etnis Ndana berupa pagar batu, sumur tua, kursi dan meja batu, dan gua-gua yang bertuliskan nama-nama pengunjung, dibuni kelelawar. Padangnya sangat luas dihiasi beragam jenis rumput dan pepohonan yang tumbuh jarang merupakan lokasi berkembangbiak rusa timor.

Tak heran, dengan bentangan alam dan satwa sebagai kekuatan wisatanya, Ndana sangat cocok untuk gemar olahraga alam, seperti tracking, hiking, dan hunting. Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan III Bappeda NTT Dany Suhadi mengakui pihaknya tengah mengodok desain pengelolaan tata ruang Ndana melibatkan berbagai instansi antara lain pariwisata dan dinas kehutanan. "Perencanaannya masuk dalam pengelolaan wilayah laut dan pesisir,; katanya.

Jika menuju Ndana melalui Kupang, dibutuhkan waktu 1,5 jam berlayar dengan kapal cepat. Tiba di pelabuhan Ba'a, ibu kota Kabupaten Rote Ndao, anda bisa memanfaatkan kendaraan umum ataupun sewaan yang dapat mengantar ke ujung selatan pulau Rote, sekitar 30 kilometer. Dari sana, bisa menyewa perahu motor milik nelayan dengan lama pelayaran dua jam. Kesan, petualangan dimulai ketika melintasi selat yang memisahkan Rote dan Ndana. Ombak yang bergulung-gulung menghempaskan perahu berkali-kali. Menurut Dany, diving and snorkeling bisa digelar di sana. Hanya butuh perhatian serius pemerintah mengelola semua potensi yang ada. Palce Amalo

Kamis, 18 Maret 2010

Berburu Jagung Ke Pesisir Kota



SUASANA Kampung Oesao, Kecamatan Kupang Timur, Nusa Tenggara Timur, Senin (25/1) pagi tiba-tiba menjadi hiruk. Kawasan yang tadinya hanya didominasi penjual kue cucur, kini berubah penampilan.

Sepanjang 100 meter, mulai dari perempatan pasar tradisional Oesao hingga hamparan persawahan menuju arah timur dipadati puluhan pedagang jagung dan terung. Jangan harap arus kendaraan antarkota di lokasi ini lancar. Pasalnya, puluhan bus dan sepeda motor parkir di dua sisi jalan. Pengemudi dan penumpang kemudian turun untuk membeli jagung. Kondisi ini menambah semrawut jalan antarkabupaten tersebut.

Sebelum musim jagung seperti saat ini, penampilan kawasan yang berjarak 32 kilometer arah timur Kota Kupang itu lenggang karena hanya tiga pedagang kue cucur berjualan. Tetapi kini sudah lain ceritanya. Oesao mulai menjadi buah bibir karena sejumlah warga Kupang pun pada akhir pekan datang ke sana hanya untuk membeli jagung, tidak terkecuali warga asal Jakarta yang kebetulan berlibur ke Kupang.

Tidak seperti pedagang jagung di sepanjang Jalan El Tari di Kota Kupang yang rutin menyediakan jagung bakar setiap petang, lain lagi sebutan untuk jagung Oesao yakni Jagung Pulut. Maklum saja, warna jagungnya putih bersih nyaris serupa dengan warna beras pulut. Rasa jagungnya manis. Tidak berlebihan bila direbus dan dimakan bersama sambal, suatu ketika, anda pasti datang lagi ke sana.

Dengan begitu, Oesao mengoleksi lagi sebutan lain dari 'dapur sayur' bagi penduduk kota, bertambah satu menjadi 'lokasi berburuh berkah' terutama bagi pemuda Oesao. Boy, 18, pemuda tamatan sekolah menengah atas (SMA) misalnya, tidak pernah berpikir menjadi penjual jagung. "Saya mau menjual jagung karena ingin mengumpulkan uang untuk membiayai kuliah nanti," katanya kepada Media Indonesia.

Mereka diuntungkan dengan banyaknya kendaraan yang bersedia mampir untuk membeli jagung. Jagung dibeli dari petani seharga Rp5.000/10 puler, kemudian dijual menjadi Rp10.000/10 puler. Bahkan, setelah permintaan meningkat, ia mengundang sejumlah rekannya untuk membantu. Sebanyak lima orang diberi tugas merebus jagung di pinggir jalan. Sekarang pembeli tidak saja membeli jagung untuk dibawa ke rumah, tetapi boleh makan di sana. Hanya saja, jagung rebus lebih mahal yakni sebesar Rp2.000/puler. "Kami siapkan tempat duduk, dan sambal gratis kepada siapa saja yang bersedia makan jagung," katanya.

Rupanya usaha itu berjalan mulus. Setelah dua pekan berjualan, saldo di tabungan sudah mencapai Rp5 juta. Boy sendiri tidak menyangka kalau usahanya berhasil. Setiap hari, ia bisa menjual hingga 500 puler jagung rebus. Di sisi lain, puluhan siswa sekolah dasar di daerah itu juga turut berjualan jagung setelah kembali dari sekolah. Antara lain Riki, 10, yang membawa 15 puler jagung, dijual seharga Rp2.500/lima puler. "Saya ambil jagung dari kebun,"katanya.

Sama halnya dengan pedagang kue cucur. Neil Tulle, pedagang yang telah berjualan lima tahun terakhir mengaku mendapat berkah dari penjual jagung karena setelah membeli jagung, ada pembeli yang menghampirnya membeli kue. Satu piring kue cucur dijual seharga Rp10.000. Setiap harinya ia berjualan mulai pukul 06.00-23.00. Selama kurun waktu itu, ia bisa meraih keuntungan sedikitnya Rp500 ribu atau naik hampir 100% dari pendapatan biasanya sebelum membanjirnya pedagang jagung.Hadirnya usaha penjualan jagung di lokasi tersebut semakin mengiatkan ekonomi masyarakat setempat. Dengan begitu, pendapatan masyarakat pun bertambah. Palce Amalo