Kamis, 18 Maret 2010

Berburu Jagung Ke Pesisir Kota



SUASANA Kampung Oesao, Kecamatan Kupang Timur, Nusa Tenggara Timur, Senin (25/1) pagi tiba-tiba menjadi hiruk. Kawasan yang tadinya hanya didominasi penjual kue cucur, kini berubah penampilan.

Sepanjang 100 meter, mulai dari perempatan pasar tradisional Oesao hingga hamparan persawahan menuju arah timur dipadati puluhan pedagang jagung dan terung. Jangan harap arus kendaraan antarkota di lokasi ini lancar. Pasalnya, puluhan bus dan sepeda motor parkir di dua sisi jalan. Pengemudi dan penumpang kemudian turun untuk membeli jagung. Kondisi ini menambah semrawut jalan antarkabupaten tersebut.

Sebelum musim jagung seperti saat ini, penampilan kawasan yang berjarak 32 kilometer arah timur Kota Kupang itu lenggang karena hanya tiga pedagang kue cucur berjualan. Tetapi kini sudah lain ceritanya. Oesao mulai menjadi buah bibir karena sejumlah warga Kupang pun pada akhir pekan datang ke sana hanya untuk membeli jagung, tidak terkecuali warga asal Jakarta yang kebetulan berlibur ke Kupang.

Tidak seperti pedagang jagung di sepanjang Jalan El Tari di Kota Kupang yang rutin menyediakan jagung bakar setiap petang, lain lagi sebutan untuk jagung Oesao yakni Jagung Pulut. Maklum saja, warna jagungnya putih bersih nyaris serupa dengan warna beras pulut. Rasa jagungnya manis. Tidak berlebihan bila direbus dan dimakan bersama sambal, suatu ketika, anda pasti datang lagi ke sana.

Dengan begitu, Oesao mengoleksi lagi sebutan lain dari 'dapur sayur' bagi penduduk kota, bertambah satu menjadi 'lokasi berburuh berkah' terutama bagi pemuda Oesao. Boy, 18, pemuda tamatan sekolah menengah atas (SMA) misalnya, tidak pernah berpikir menjadi penjual jagung. "Saya mau menjual jagung karena ingin mengumpulkan uang untuk membiayai kuliah nanti," katanya kepada Media Indonesia.

Mereka diuntungkan dengan banyaknya kendaraan yang bersedia mampir untuk membeli jagung. Jagung dibeli dari petani seharga Rp5.000/10 puler, kemudian dijual menjadi Rp10.000/10 puler. Bahkan, setelah permintaan meningkat, ia mengundang sejumlah rekannya untuk membantu. Sebanyak lima orang diberi tugas merebus jagung di pinggir jalan. Sekarang pembeli tidak saja membeli jagung untuk dibawa ke rumah, tetapi boleh makan di sana. Hanya saja, jagung rebus lebih mahal yakni sebesar Rp2.000/puler. "Kami siapkan tempat duduk, dan sambal gratis kepada siapa saja yang bersedia makan jagung," katanya.

Rupanya usaha itu berjalan mulus. Setelah dua pekan berjualan, saldo di tabungan sudah mencapai Rp5 juta. Boy sendiri tidak menyangka kalau usahanya berhasil. Setiap hari, ia bisa menjual hingga 500 puler jagung rebus. Di sisi lain, puluhan siswa sekolah dasar di daerah itu juga turut berjualan jagung setelah kembali dari sekolah. Antara lain Riki, 10, yang membawa 15 puler jagung, dijual seharga Rp2.500/lima puler. "Saya ambil jagung dari kebun,"katanya.

Sama halnya dengan pedagang kue cucur. Neil Tulle, pedagang yang telah berjualan lima tahun terakhir mengaku mendapat berkah dari penjual jagung karena setelah membeli jagung, ada pembeli yang menghampirnya membeli kue. Satu piring kue cucur dijual seharga Rp10.000. Setiap harinya ia berjualan mulai pukul 06.00-23.00. Selama kurun waktu itu, ia bisa meraih keuntungan sedikitnya Rp500 ribu atau naik hampir 100% dari pendapatan biasanya sebelum membanjirnya pedagang jagung.Hadirnya usaha penjualan jagung di lokasi tersebut semakin mengiatkan ekonomi masyarakat setempat. Dengan begitu, pendapatan masyarakat pun bertambah. Palce Amalo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar