Jumat, 23 April 2010

Maut Mengancam Sang Buah Hati

DI ruangan berdinding papan, tanpa sekat, Maria Oetpah, balita berusia 10 hari itu, tergolek lemas di tempat tidur. Sebaliknya, ibunya, Wandri Oetpah, 30, tak mampu menyembunyikan sedihnya. Wajah wanita itu pucat, menandakan ia kurang tidur semalam. "Dua malam ini, anak saya terus menangis," katanya.

Ketika warga Kampung Kensulat, Kelurahan Kefa Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, ditemui wartawan, air matanya pun tumpah. Wandri pantas bersedih. Pasalnya, sang buah hati menderita penyakit aneh. Usus balita yang lahir tanggal 2 Januari 2008 itu terburai di luar perut. Tiap hari usus balita itu membesar seiring pertumbuhannya. Jika awalnya usus menyerupai gumpalan kecil berwarna kuning, kini, sebesar kepalan tangan orang dewasa.

Tiap malam, Wandri dan anaknya, berbaring di tempat tidur kayu beralaskan tikar. Sedangkan, suaminya, Yulius Bili Bali, 35, tidur di tempat berbeda. Mereka menempati rumah ukuran 4 x 5 meter, sejak satu tahun terakhir. Keadaan Maria kian memprihatinkan. Dari tengah gumpalan usus itu, menetes cairan berwarna putih. "Jika cairan terus mengalir, ia manangis, dan saya sangat terbeban dan sedih," katanya.

Maria pernah dirawat selama dua hari di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kefamenanu, ibu kota Timor Tengah Utara, tetapi dokter kemudian menyarankan membawanya dioperasi di rumah sakit di Surabaya, karena peralatan rumah sakit di NTT masih kurang untuk menangani penyakit tersebut. Mendengar penjelasan dokter, Wandri bagai tersambar petir, sebabnya, pendapatan suaminya sebagai buruh bangunan, tidak sampai Rp500 ribu dalam sebulan. Sedangkan ia tidak punya penghasilan.

Meskipun, memiliki uang sebesar Rp1 juta, tidak ada artinya karena ongkos angkutan ke Kupang saja, sebesar Rp100 ribu per orang, belum termasuk uang makan, dan penginapan. Kami tidak mampu, apalagi biaya operasi mencapai puluhan juta rupiah. Tanpa pikir panjang sambil mengemasi pakaian ke dalam tas, Wandri membawa pulang anaknya ke rumah.

Direktur RSUD Kefamenanu Dokter Hartono mengatakan, usus terburai terjadi akibat perkembangan organ bayi tidak sempurna selama di kandungan. Otot perut tidak terbentuk sempurna sehingga organ dalam tubuh menonjol ke permukaan kulit. Jenis penyakit itu dapat disembuhkan melalui operasi. Kemudian usus dimasukan kembali ke dalam perut.

"Hanya tentu butuh dokter spesialis," katanya. Perkembangan organ tidak sempurna diakibatkan banyak faktor seperti ibu sang bayi tidak mengonsumsi makanan bergizi selama mengandung. Kesulitan uang memaksa pasangan ini urung membawa sang buah hati menjalani operasi.

Sementara itu, keputusasaan mulai muncul. Orang tua Wandri, Yoseph Oetpah, 50, mengaku tidak kuat menanggung beban. “Saya berdoa kepada Tuhan semoga cucu saya dapat dioperasi di rumah sakit melalui tangan orang-orang bermurah hati,” tuturnya.

Karena untuk kebutuhan sehari-hari saja, terutama makan, pasangan ini masih jauh dari cukup. Nun jauh di Kampung Kensulat, di kaki bukit berhawa dingin, sekitar dua kilometer arah barat Kefamenanu, puluhan tetangga berdatangan ke rumah keluarga miskin ini.

Tidak ada susu di meja, telur atau daging. Sebuah kotak bekas susu balita tergeletak di ujung ruangan berlantai tanah itu. Ketika para tetangga berdatangan memenuhi ruangan untuk menjengguk, Wandri tiba-tiba terdiam. Air matanya menetes lagi. Ia terharu karena ternyata banyak orang bersimpati terhadapnya. Hanya sepenggal kalimat terucap "Kami mau ambil uang dari mana?.". Palce Amalo